Memperkuat Keyakinan

Keyakinan Dapat Mencerahkan Mata Hati

Dengan Keyakinan Yang Kuat mata hati bisa tercerahkan sebagaimana Firman Allah yang artinya :
Orang-orang yang beriman kepada (kitab) yang diturunkan kepada engkau (ya Muhammad), dan (kitab-kitab) yang diturunkan sebelum engkau, sedang mereka yakin akan adanya (hari) akhir. [QS. Al Baqarah 40]

Dari Abdullah bin Mas’ud ra. diterangkan bahwa Rasulullah . bersabda:

Engkau tentu tidak akan rela kepada seseorang sebab kemurkaan Allah swt. Engkau tentu tidak akan mencela kepada seseorang atas keutamaan Allah swt. Dan engkau tentu tidak akan memuji kepada seseorang atas apa yang tidak diberikan kepada Allah kepadamu. Apabila Allah swt. memberikan re-jeki, dan ketamakan orang yang tamak tak akan mampu menghalanginya dan kebencian orang yang benci tak akan mampu menolaknya. Sesungguhnya Allah swt. dengan sifat adil dan qisthNya menjadikan kebahagiaan dan kesenangan dalam kerelaan dan keyakinan dan menjadikan kesusahan dan kedu-kacitaan dalam keraguan dan kemurkaan.

Cara Mencerahkan Mata Hati dengan Memperkuat Keyakinan

Ahmad bin Ashim al-Anthaki mengatakan, “Sesungguhnya paling sedikit yakin, apabila sudah sampai ke lubuk hati, maka hati akan penuh dengan cahaya, keragu-raguan akan hilang, hati akan bertambah penuh dengan syukur, dan takut kepada Allah swt. akan bertambah.”

Abu Ja’far al-Hadad mengatakan: Abu turab an-Nakhsyabi pernah melihatku ketika aku sedang duduk di padang pasir dekat kolam ikan. Selama enam belas hari aku belum pernah makan dan minum. Abu Turab bertanya, “Di manakah keadaanmu dan posisimu?”

“Aku berada di antara ilmu dan yakin. Aku menunggu sesuatu yang dapat mengalahkan sehingga dapat bersamanya. Yakni jika ilmu yang menang, aku akan minum. Jika yakin yang menang, aku akan pergi dari sini,” demikian jawabku.

“Keadaanmu akan tetap seperti itu,” ujar Abu Turab. Abu Utsman al-Hiri berpendapat bahwa yang dimaksud yakin adalah sedikitnya cita-cita di masa yang akan datang. Menurut Sahal bin Abdullah, yakin merupakan tambahan iman dan realitas iman. Yakin merupakan cabang dari iman, bukan pembenaran.

Menurut sebagian ulama, yakin itu merupakan ilmu yang tersimpan di dalam hati. Ungkapan ini memberikan petunjuk pada hal-hal ang tidak perlu diusahakan.

Sahal bin Abdullah mengatakan bahwa permulaan yakin adalah terbukanya tabir keajaiban (rahasia). Oleh sebab itu sebagian ulama salaf mengatakan, “Apabila tabir penutup telah dibuka, maka keyakinan akan bertambah, pertolongan akan didapatkan, dan musyahadah dapat dioptimalkan. ”

Abu Abdillah bin Khafif, berpendapat bahwa yang dimaksud yakin adalah tertampaknya berbagai keajaiban (rahasia) melalui penerapan hukum-hukum yang implisit.

Menurut Abu Bakar bin Thahir, ilmu selalu bertentangan dengan keragu-raguan, sedangkan keyakinan tidak menimbulkan keraguan. Dia memberikan sinyalemen tentang hal itu pada ilmu kasbi (ikhtiar) dan hal-hal yang berlaku untuk sesuatu yang badihi (nyata). Oleh karena itu, ilmu-ilmu yang dimiliki orang dalam permulaan merupakan urusan kasbi (usaha), sedangkan akhir merupakan urusan badihi (nyata).

Muhammad bin Husin mengatakan, “Sebagian ulama menyebutkan permulaan tempat (kedudukan) adalah ma’rifat, kemudian yakin, pembenaran, ikhlas, persaksian, kemudian taat. ”

Iman adalah sebutan yang mencakup keseluruhan. Ini dapat dijadikan sebagai tolok ukur bahwa permulaan wajib adalah ma’rifat kepada Allah saw. Ma’rifat tidak akan terealisir kecuali mendahulukan syarat-syaratnya. Inilah yang disebut pandangan yang benar.

Dun Nun al-Misri berkata, yakin akan mendorong pendeknya angan-angan. Angan-angan yang pendek akan mendorong zuhud. Zuhud akan memberikan hikmah. Dan hikmah akan menimbulkan pandangan kritis yang membawa akibat baik.

Dzun Nun juga berpendapat bahwa terdapat tiga bentuk dari tanda-tanda yakin. Pertama, membatasi bergaul dengan masyarakat. Kedua, meninggalkan pujian jika memberi sesuatu. Ketiga, tidak mencela orang lain jika mendapatkan rintangan. Dan ada tiga bentuk tanda yakinnya yakin, pertama, memandang Allah dalam segala sesuatu. Kedua, kembali kepada Allah dalam segala urusan. Ketiga, minta pertolongan kepada Allah dalam segala hal.

Menurut al-Junaid, yang dimaksud yakin adalah ilmu yang stabil dan tidak berbolak-balik ilmu yang istiqamah, tidak berpin-dah-pindah dan tidak berubah-ubah di dalam hati.

Menurut Ibnu Atha’, atas dasar kadar kedekatan mereka kepada takwa, maka mereka akan menemukan yakin sebagaimana yang telah mereka temukan. Pondasi takwa adalah meninggalkan larangan. Sedangkan meninggalkan larangan berarti meninggalkan hawa nafsu, maka mereka akan sampai kepada yakin.

Menurut sebagian ulama salafus sufi, yang dimaksud yakin adalah mukasyafah (terbukanya tabir rahasia). Mukasyafah terbagi menjadi tiga. Pertama, mukasyafah dengan hal-hal yang baik. Kedua, mukasyafah dengan menampakkan kemampuan. Ketiga, mukasyafah hati dengan esensi keimanan.

Mukasyafah merupakan ilmu yang dapat mewujudkan sesuatu dalam hati dengan mengatur ingatan tanpa menimbulkan keragu-raguan. Terkadang mereka hendak bermukasyafah dengan hal-hal yang dekat yang dapat terlihat antara bangun dan tidur.

Imam Abu Bakar bin Furak pernah bertanya kepada Ustman al-Mahribi. “Wahai Ustman, apa yang ingin kau katakan?” Ustman al-Maghribi menjawab, “Aku telah melihat pribadi orang-orang seperti ini dan itu. ” Tanya Abu Bakar bin Furak, “Apakah engkau melihat mereka dengan mu’ayanah (dengan mata telanjang) atau dengan mukasyafah (dengan penglihatan mata hati)?” Jawabnya, “Dengan mukasyafah.”

Menurut Amir bin Qais, seandainya hijab (tutup) keajaiban telah terbuka, maka keyakinan akan menjadi bertambah.

Syekh Imam Al Ghazali berkata, “Yang dimaksud yakin adalah ketenangan dirimu ketika mengelilingi jalur-jalur yang ada di dadamu untuk meyakinkan bahwa gerakanmu di dalam dada tidak akan memberikan pertolongan dan tidak pula akan menolak apa yang telah ditetapkan.”

Ishad an-Nahr Jauri berkata, “Jika seseorang telah menyempurnakan hakikat yakin, maka cobaan akan menjadi kenikmatan dan kemudahan akan menjadi musibah. ”

Abu Turab Askar an Nakhsyabi mengatakan, “Saya pernah melihat seorang pemuda di padang pasir yang berjalan tanpa bekal. Saya berpikir, apabila pemuda itu tidak punya keyakinan, maka dia akan meninggal dunia. Kemudian saya bertanya, “Wahai pemuda, apakah di dalam tempat seperti ini engkau tidak membawa bekal?” Dia menjawab, “Wahai orang tua, angkatlah kepalamu, apakah engkau melihat selain Allah swt.?” Saya menjawab, “Sekarang pergilah sekehendakmu.” Abu Sa’id Ahmad al Kharraz mengatakan, “Yang dimaksud ilmu adalah sesuatu yang dapat memberikan pekerjaan kepadamu, sedang yag dimaksud yakin adalah sesuatu yang dapat mengantarkan dirimu.”

Mudah-mudahan Allah swt. Memberi kita semua kayakinan yang kuat sehingga mudah dalam upaya pencerahan mata hati.
Khusu' dan Tawadhu'
Membuka Mata Bathin
Sabar

Postingan populer dari blog ini

HINDARI BERAMAL DEMI MENCARI POPULARITAS

Keagungan dan Keindahan Ilahi | Menundukan Diri Sendiri | Wasiat dari Wali Allah Syeh Abdul Qadir Al-Jailani

Ketika Anda Terhalang Mengenal Allah

Arti Kesehatanmu

Etika Bisnis