Menjernihkan Hati dan Berlapang Dada
Menjernihkan hati dan berlapang dada merupakan riyadha (latihan). Riyadha yang harus ditempuh oleh seseorang yang menghendaki mata batinnya tajam. Ini merupakan sarana pendakian untuk mencapai maqam ma’rifat.
Menjernihkan hati dan berlapang dada disebut juga ridha atau ikhlas. Hujjatul Imam Al Ghazali berkata bahwa ikhlas adalah pintu Allah Taala terbesar. Barangsiapa menemukan jalan ke situ, mampu memandang dengan mata hatinya ke sana, maka ia akan mendapatkan karomah (keistimewaan). Ia akan mendapatkan kedudukan yang tinggi.
Rabiah al-Adawiyah pernah ditanya, “Kapankah seseorang itu ridha kepada Allah?” Maka ia menjawab, “Jika kegembiraannya menerima musibah sama dengan kegembiraannya menerima nikmat.”
Seseorang yang telah mencapai maqam ini, hatinya senantiasa berada dalam ketenangan, sebab tidak diguncangkan oleh apa pun. Segala yang terjadi di alam ini bergantung dari qadr Allah swt. Ia menerima sebagai kenyataan hidup.
Ada pula yang berpendapat, “Ikhlas adalah pengesaan Allah dalam mengarahkan semua orientasi ketaatan. Dia dengan ketaatannya dimaksudkan untuk mendekatkan diri pada Allah semata, tanpa yang lain, tanpa dibuat-buat, tanpa ditujukan untuk makhluk, tidak untuk mencari pujian manusia atau makna-makna lain selain pendekatan diri pada Allah.
Seseorang bisa melaksanakan ikhlas apabila ia telah berlatih sabar dan syukur. Artinya, ia senantiasa sabar manakala mendapatkan cobaan dan bersyukur ketika mendapatkan nikmat. Tanpa dua hal itu, ikhlas tidak akan dapat dilaksanakan dengan sempurna.
Dzun Nun al-Mishri berkata, “Ikhlas tidak akan sempurna kecuali dengan kebenaran dan sabar di dalam ikhlas. Shidiq tidak akan sempurna kecuali dengan ikhlas dan terus-menerus di dalam ikhlas.”
Melatih hati ikhlas dalam berbagai hal, menjadikan seseorang memiliki mental baja dalam menghadapi kehidupan di dunia ini. Jika ia diterpa cobaan, maka tetap sabar. Jika mendapat kenikmatan tidak lupa diri. Jika berbuat baik, tidak ingin dipuji.
Padahal berbuat baik atau beramal shalih tetapi hati ingin dipuji merupakan riya’. Sedangkan riya’ termasuk syirik kecil. Oleh karena itu Sahal bin Abdullah berkata, “Tidak ada yang mengetahui riya’ selain orang yang ikhlas.”
Menurut Imam Ghazali: Di dalam hadis disebutkan, Allah swt. menampakkan diri kepada orang-orang mukmin seraya berkata, “Mintalah kepadaKu! ” Maka mereka menjawab, “Aku minta keridhaanMu!”
Permintaan mereka akan keridhaan Allah setelah memandang kepadaNya adalah puncak pengutamaan.
Diterangkan bahwa Rasulullah saw. bertanya kepada sekelompok sahabat, “Siapakah kalian?” Jawab mereka, “Kami adalah orang mukmin.” Rasulullah bertanya lagi, “Apa tanda iman kalian?” Mereka menjawab, “Kami bersabar ketika mengalami ujian dan bersyukur ketika mendapat kesejahteraan serta rela menerima keputusan Allah.” Maka Rasulullah saw. bersabda, “Demi Tuhan(nya) Ka’bah, kalian memang orang-orang* mukmin.”
Diterangkan pula bahwa Rasulullah saw. bersabda, “Orang-orang bijak dan alim yang karena pengetahuannya, mereka hampir saja menjadi nabi-nabi.”
Nabi Musa as. berkata, “Ya Tuhanku, tunjukkan kepadaku suatu perkara yang menimbulkan ridhaMu agar aku kerjakan. ” Maka Allah mewahyukan kepadanya, “RidhaKu dalam ketidak-sukaanmu, sedangkan engkau tidak sabar atas apa yang tidak engkau sukai. Sesungguhnya ridhaKu dalam penerimaanmu atas keputusanKu. ”
Diceritakan dalam hikayat kesufian bahwa Abu Turab an-Nakhsyabi merasa kagum terhadap salah seorang muridnya. Ia mengakrabi muridnya itu dan mengurusi keperluan-keperluannya. Muridnya sibuk beribadah. Suatu ketika Abu Turab berkata kepadanya, “Apakah engkau melihat Abu Yazid?” Jawab muridnya, “Aku sibuk. ” Abu Turab mendesak dengan pertanyaan yang sama. Muridnya jengkel dan menjawab, “Apa yang harus kulakukan dengan Abu Yazid, sedangkan aku telah melihat Allah dan Dia telah mencukupi aku tanpa Abu Yazid;” Abu Turab marah dan berkata,’’Celakalah kamu. Dirimu terpedaya dengan ibadahmu kepada Allah. Kiranya engkau melihat Abu Yazid sekali saja, pasti itu lebih bermanfaat bagimu daripada engkau melihat Allah tujuh puluh kali.” Murid itu terkejut dan heran, “Bagaimana mungkin?” Abu Turab berkata kepadanya, “Sesungguhnya engkau terperangkap dengan ibadahmu kepada Allah sehingga engkau merasa melihatNya menurut ukuranmu. Sedangkan engkau melihat Abu Yazid di sisi Allah Taala yang telah tampak terhadapnya menurut ukurannya. ”
Sang murid paham maksud Abu Turab. Ia kemudian berkata, “Tolonglah aku dibawa ke Abu Yazid!”
Mereka pun pergi hingga sampai di tepi hutan. Abu Turab dan muridnya menunggu keluarnya Abu Yazid. Tak lama kemudian Abu Yazid keluar sembari membuka penutup kepalanya. Abu Turab memperkenalkan kepada muridnya, “Inilah Abu Yazid.” Pemuda itu menatap Abu Yazid, namun tidak lama kemudian dia pingsan. Abu Turab menggoyang-goyangkan tubuh muridnya. Namun pemuda itu telah mati.
Abu Turab berkata kepada Abu Yazid, “Wahai Sayyid, pandanganmu telah membunuhnya. ” Namun Abu Yazid menolak, “Tidak. Tetapi muridmu benar dan di dalam hatinya terdapat rahasia yang belum tersingkap olehnya. Ketika melihat kami, tampaklah kepadanya rahasia hatinya hingga ia sulit menerimanya, karena ia berada dalam maqam murid-murid yang lemah. Maka hal itulah yang menjadikan dia mati.”
Di dalam hadis disebutkan bahwa, “Allah swt. menciptakan 300 akhlak. Barangsiapa menemuiNya dengan salah satu akhlak darinya bersama tauhid, maka ia masuk surga. ” Maka Abu Bakar ra. berkata, “Apakah di dalam diriku terdapat salah satu darinya?” Rasulullah saw. menjawab, “Semuanya bergantung padamu, wahai Abu Bakar dan yang paling disukai Allah Ta’ala di antaranya adalah kedermawanan.”
|
Membuka Mata Bathin |
|