Ubudiyah
Pengertian Ubudiyah Dalam Islam dalam Riyadho Membuka Mata Bathin dan Indra Keenam
Ubudiyah adalah melakukan ketaatan secara sungguh-sungguh dengan pengagungan, memandang apa-apa yang datang dari diri sendiri dengan pandangan merendahkan, dan menyaksikan sesuatu yang dihasilkan dari perjalanan hidup sebagai ketetapan.
Menurut pendapat lain, ubudiyah adalah meninggalkan ikhtiar (usaha/pilihan) terhadap sesuatu yang nyata sebagai suatu ketetapan.
Sebagian ulama berpendapat bahwa ubudiyah adalah menolak daya upaya dan kekuatan kemudian mengakui sesuatu yang telah diberikan itu diatur oleh Allah, misalnya berupa umur panjang dan anugerah.
Abu Abdullah Muhammad bin Khafif pernah ditanya, kapan ubudiyah dianggap sah? Maka dijawab, “Apabila seseorang telah melimpahkan semua urusan kepada Tuhannya dan bersabar dalam menerima cobaan.”
Sahal bin Abdullah menyatakan bahwa ibadah seseorang tidak dianggap sah, hingga dia tidak mengeluh dari empat hal, yaitu tidak mengeluh jika lapar, jika tidak punya pakaian, jika fakir dan jika hina.
Ada juga ulama sufi yang berpendapat bahwa ubudiyah adalah menyerahkan segala urusan kepada Allah swt. dan menanggung semua urusannya. Adapun tanda-tanda seseorang itu ubudiyah ialah menghindarkan pengaturan dan penyaksian ketetapan.
Dzun Nun al-Mishri mengatakan, bahwa yang dimaksud ubudiyah adalah menjadi hamba yang selalu ada dalam segala hal sebagaimana Tuhan yang selalu ada dalam segala hal.
Ahmad al-Jariri berkata, “Penghamba kenikmatan sangat banyak jumlahnya namun penghamba Dzat pemberi kenikmatan lebih utama.”
Abu Ali ad-Daqad berkata, “Engkau sendiri berada dalam perbudakannya dan tawanannya. Apabila engkau berada dalam tawanan dirimu, maka engkau menjadi budak dirimu sendiri. Jika engkau berada dalam tawanan duniamu, maka dirimu adalah budak duniamu. Rasulullah saw. bersabda:
Alangkah celakanya budak dirham, budak dinar, dan budak pakaian. [HR. Bukhari dan Muslim]
Ismail bin Najid menyatakan, “Janganlah mencintai seseorang yang mengerjakan ubudiyah, hingga dia dapat menyaksikan perbuatannya: memperoleh karunia dan keadaannya mendapatkan tuntutan.
Ismail bin Najid menyatakan, “Janganlah mencintai seseorang yang mengerjakan ubudiyah, hingga dia dapat menyaksikan perbuatannya: memperoleh karunia dan keadaannya mendapatkan tuntutan.
Abdullah bin Manazail berpendapat bahwa hamba adalah seseorang yang tidak menuntut pelayanan untuk dirinya. Apabila dia masih menuntut pelayanan bagi dirinya, maka dia telah menjatuhkan batasan ubudiyah dan meningalkan etika.
Abu Hafsh berpendapat bahwa ubudiyah itu adalah hiasan hamba. Barangsiapa yang meninggalkannya, maka dia tidak akan mendapatkannya.
Sementara itu, an-Najabi berkata, dasar ibadah memiliki tiga bentuk. Pertama, tidak menolak hukum-hukum Allah sedikit pun. Kedua, tidak merendahkan sesuatu. Ketiga, tidak meminta kepada orang lain ketika membutuhkan.
Sedangkan Ibnu Atha’ membagi ubudiyah itu menjadi empat hal, yaitu memenuhi janji, menjaga batasan-batasan hukum, ikhlas terhadap sesuatu yang ada dan sabar terhadap sesuatu yang tidak ada.
Sesungguhnya tidak ada sesuatu yang lebih mulia daripada ubudiyah dan tidak ada nama yang lebih sempurna bagi seorang mukmin selain nama yang dikaitkan dengan fungsi ubudiyah (penghambaan kepada Tuhan).
Muhammad al-Wasithi berpesan, ‘Waspadalah kalian pada kenikmatan anugerah. Karena sesungguhnya kenikmatan itu merupakan tabir (penghalang) bagi orang-orang yang berhati awas.’
Ibrahim an-Nashr Abadzi mengatakan, Ibadah menuntut kelapangan, sedangkan kemaafan karena kekurangannya lebih mendekatkan kepada permintaan ganti dan balasan. Ubudiyah menggugurkan penglihatan hamba atas ketersingkapan perasaan pada yang disembah.
Bagi al Junaidi, “Ubudiyah merupakan sikap yang meninggalkan kesibukan dan penyibukan diri dengan kesibukan yang hal itu merupakan pangkal kekosongan.”
Abu Ali Ad Daqaq berpendapat, "Sifat Rububyah (ketuhanan) adalah merupakan sifat Al Haqq yang tidak pernah berubah, maka sebagai seorang ‘abid (hamba) ubudiyah tidak boleh terpisah darinya”
Kata Mutiara dari ABu Hafs
Ubudiyah itu adalah hiasan hamba. Barangsiapa yang meninggalkanny, maka dia tidak akan mendapatkannya.
|
Membuka Mata Bathin |
|