ANTARA PERSOALAN REZEKI DAN TUNTUTAN BERIBADAH

ANTARA PERSOALAN REZEKI DAN TUNTUTAN BERIBADAH

Artinya:
"Kesungguhan Anda dalam mencari rezeki yang telah dijamin oleh Allah bagi Anda, dan mengabaikan apa yang menjadi tuntutan Allah terhadap Anda (kewajiban beribadah), adalah merupakan petunjuk atas tertutupnya mata hati Anda. "

Sesuatu yang telah dijamin oleh Allah bagi hamba adalah persoalan rezekinya. Dengan rezeki itu, seorang hamba bisa tetap tegak wujud dan keberadaannya di dunia. Makna bahwa Allah menjamin dan menanggung rezeki hamba-hamba-Nya dimaksud adalah agar mereka dapat membebaskan dirinya dari memikirkan persoalan rezeki. Mereka tidak dituntut bersunguh-sungguh dalam berusaha mencarinya, dan tidak pula mencurahkan perhatiannya pada persoalan rezeki. Tetapi sesuatu yang dituntut dari seorang hamba adalah amal ibadah dan kebaktiannya yang dapat mengantarkannya untuk mencapai kebahagiaan hidup di akhirat dan mendekatkan diri kepada Allah swt.

Tuntutan terhadap persoalan ibadah dan ketaatan itu, dimaksud agar seorang hamba melakukannya dengan penuh kesungguhan, dengan memperhatikan syarat dan rukunnya serta ketepatan waktunya. Dengan demikian, berlakulah sunnatullah terhadap hamba-Nya.

Firman Allah yang berkaitan dengan masalah pertama, yaitu masalah rezeki yang telah menjadi jaminan dan tanggungan Allah bagi hamba-Nya, ialah sebagaimana firmannya dalam ayat berikut:


 Artinya:
"Dan berapa banyak binatang yang tidak (dapat) membawa (mengurus) rezekinya sendiri. Allah-lah yang memberi rezeki kepadanya dan kepadamu dan Dia Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui." (QS. Al-Ankabut: 60).

Berkenaan dengan masalah kedua yang menjadi tuntutan Allah terhadap hamba-Nya, Allah swt. berfirman:

Artinya:
"Dan bahwasanya seorang manusia tiada memperoleh selain apa yang telah diusahakannya."(QS. An-Najm: 39).

Diriwayatkan pula di dalam sebagian atsar bahwa Allah swt. ber¬firman: "Wahai hamba-Ku, patuhilah apa yang Aku perintahkan kepadamu, sementara kamu tidak perlu tahu kemaslahatan yang akan aku perbuat bagi kamu."

Disebutkan dalam sebuah khabar (hadis) dari Rasulullah saw., beliau bersabda: "Oh betapa keadaan suatu kaum, mereka berbuat melampaui batas, bergelimang dalam pesta duniawi. Mereka memandang rendah para hamba-Ku yang tekun beribadah, mereka mengamalkan Al-Qur'an menurut kehendak hawa nafsunya. Sedangkan apa yang tidak sesuai dengan kehendak hawa nafsunya mereka tinggalkan. Dalam kondisi seperti itu, mereka beriman pada sebagian kitab dan mengingkari sebagian yang lain. Mereka berusaha menemukan sesuatu yang semestinya bisa didapatkan tanpa berusaha, karena telah menjadi suratan takdir yang berkaitan dengan ajal yang telah ditetapkan dan rezeki yang penentuan pembagiannya telah rampung. Tetapi mereka tidak berusaha untuk memperoleh sesuatu yang tidak bisa diperoleh tanpa usaha, yaitu balasan pahala yang sempurna di akhirat, usaha ibadah yang patut untuk disyukuri dan perniagaan dijalan Allah yang tiada akan pernah rugi."

Menurut Ibrahim Al-Khawas bahwa semua ilmu, pada dasarnya terhimpun pada dua kalimat berikut, yaitu: "Janganlah Anda memaksakan diri untuk merisaukan sesuatu yang sesungguhnya telah dicukupkan bagi Anda. Dan janganlah menyia-nyiakan sesuatu yang seharusnya Anda usahakan akan kecukupannya."

Barangsiapa yang berbuat sebagaimana yang telah kami jelaskan tersebut, yakni bersungguh-sungguh dalam melakukan perkara yang diperintahkan kepadanya dan membebaskan hati dari urusan rezeki yang sesungguhnya telah dijamin oleh Allah baginya, maka terbukalah ketajaman mata hatinya, cahaya kebenaran memancar dari dalam hatinya, dan tercapailah puncak dari tujuan yang dimaksud.

Sementara orang yang bertindak sebaliknya, ketajaman penglihatannya menjadi tumpul, hatinya menjadi buta, dan perbuatannya adalah cerminan dari ketumpulan dan kebutaannya itu. Hati memiliki ketajaman penglihatan, sebagaimana mata lahir. Penglihatan kalbu adalah kemampuan untuk melihat akibat di kemudian hari. Sementara akibat dan kesudahan yang baik, hanyalah bagi orang-orang yang bertakwa. Seorang hamba wajib berusaha sungguh-sungguh untuk meraih ketakwaan, tidak boleh menunda-nunda dan mengabaikannya.

Ungkapan pengarang (Ibnu Athaillah) dengan menggunakan kata al-ijlihan (berusaha keras dan bersungguh-sungguh) tersebut, meng-isyaratkan makna bahwa mencari rezeki tanpa kesungguhan berusaha bukanlah dimaksudkan dalam kontek pembicaraan ini. Karena mencari rezeki merupakan persoalan mubah dan memang diizinkan. Oleh sebab itu, mencari rezeki tidak serta merta membuat tertutupnya mata batin pelakunya, kecuali bila ia mengabaikan perintah Allah dan tidak memperhatikan hukum halal dan haram.

Ibnu Athaillah berkata di dalam kitab Tanwir, mengenai firman Allah swt.:
Artinya:
"Dan perintahkanlah kepada keluargamu mendirikan shalat, dan bersabarlah kamu dalam mengerjakannya. Kami tidak meminta rezeki kepadamu, Kamilah yang memberi rezeki kepadamu. Dan Akibat (yang baik) itu adalah bagi orang-orang yang bertakwa." (QS. Thaha: 132).

Yakni, bangkitlah untuk berkhidmat kepada Kami (Allah), maka Kami yang akan mengurus keperluan Anda. Ada dua pernyataan penting yang bisa kita tarik, yaitu pertama, sesuatu yang menjadi tanggungan Allah tidak usah Anda ikut campur mengurusinya; kedua, sesuatu yang menjadi tuntutan Allah kepada Anda, jangan sampai Anda mengabaikannya.

Barangsiapa yang menyibukkan diri mengurus sesuatu yang sesungguhnya telah dijamin Allah dan menjadi urusan-Nya, dan tidak kamu mengurus persoalan yang akan menjadi tuntutan baginya, maka orang semacam ini, sangat besar kebodohannya dan banyak kelalaiannya. Sangat kecil kemungkinan ia mau menerima petuah dari orang yang peduli mengingatkannya.

Bagi seorang hamba seharusnya sibuk mengurus persoalan yang akan menjadi tuntutan bagi dirinya, dan tidak perlu lagi mengurusi sesuatu yang telah memperoleh jaminan dari Allah, baginya.

Apabila Allah swt. memberikan rezeki kepada orang-orang yang ingkar kepada-Nya, bagaimana mungkin Ia tidak memberikan rezeki kepada hamba-Nya yang beriman dan memberikan kesaksian atas kekuasaan-Nya. Apabila Allah tetap mengalirkan rezekinya kepada orang-orang kafir bagaimana mungkin Allah tidak mengalirkan rezeki-Nya kepada orang-orang yang beriman.

Kini Anda menjadi tahu bahwa, wahai hamba Allah, persoalan dunia Anda telah memperoleh jaminan. Kebutuhan rezeki untuk tetap tegak dan eksisnya keberadaan Anda di dunia telah mendapatkan jaminan dari Allah. Sedangkan persoalan akhirat, itulah yang mesti Anda usahakan dengan penuh kesungguhan. Bekal buat akhirat itulah yang harus Anda usahakan dengan sungguh-sungguh.

Allah swt. berfirman:
Artinya:
"Berbekallah, dan sesungguhnya sebaik-baik bekal adalah takwa." (QS. Al-Baqarah: 1297).

Bagaimana Anda bisa dikatakan sebagai orang yang memiliki akal dan ketajaman penglihatan, kalau perhatian Anda terkonsentrasi terhadap perkara urusan dunia yang telah memperoleh jaminan Allah, sementara terhadap urusan akhirat semestinya Anda perhatikan, justru Anda abaikan dan terlantarkan.

Sehingga sebagian ulama ada yang berkata: "Allah telah menjamin urusan kedunian kami, namun Ia menuntut kepada kami terhadap urusan akhirat. Betapa seandainya Allah menjamin urusan akhirat kami, dan menuntut kepada kami agar berusaha dengan sungguh-sungguh terhadap persoalan keduniaan."

Postingan populer dari blog ini

Ilmu Batin dengan Dzikir - Iradah - Istiqamah serta Malu

Mujahadah

HINDARI BERAMAL DEMI MENCARI POPULARITAS

Arti Kesehatanmu

Etika Bisnis