IKHLAS ADALAH RUH AMAL
IKHLAS ADALAH RUH AMAL
Artinya:
"Keaneragaman jenis amal terjadi sesuai dengan situasi dan kondisi yang masuk ke dalam hati manusia. Kerangka amal adalah perbuatan yang nyata, sedangkan ruhnya adalah ikhlas. "
Situasi hati dimaksud adalah sesuatu yang terjadi pada hati dari kema'rifatan ketuhanan dan rahasia-rahasia rohani. Hal-hal itu, merupakan penyebab terjadinya keadaan hati menjadi terpuji. Peristiwa dan kejadian yang masuk ke dalam hat itu, di antaranya membuat hati menjadi takut; ada yang membuatnya menjadi tenang; ada yang membuat ciut nyalinya; ada yang membuatnya menjadi lapang dan lain sebagainya.
Apabila kejadian-kejadian yang masuk ke dalam hati itu beraneka ragam jenisnya, maka berbagai jenis amal yang terdorong olehnya pun menjadi beraneka ragam pula. Amal-amal lahir selamanya selalu mengikuti atau menurut situasi batin yang ada di dalam hati. Sebagaimana yang dikatakan oleh Ibnu Athaillah: "Kerangka amal adalah perbuatan yang nyata, sedangkan ruhnya adalah ikhlas. "
Keikhlasan bagi setiap orang hamba dalam beramal, masing-masing memiliki tingkatan yang berbeda, sesuai dengan derajat dan kedudukannya.
Orang yang masuk dalam kategori kelompok orang-orang yang baik-baik (al-abrar), maka akhir derajat keikhlasannya adalah jika amal-amalnya selamat dan terbebas dari riya' baik yang bersifat nyata (riya'jali) maupun samar (riya' khafiy). Dan bermaksud menempatkan kecenderungan nafsu dalam kerangka untuk mencari apa yang dijanjikan Allah kepada orang-orang yang ikhlas, berupa balasan pahala yang besar dan tempat kembali yang baik. Juga dimaksudkan untuk lari dari apa yang diancamkan oleh Allah terhadap orang-orang yang durhaka yang mencampuradukkan amal dengan riya' berupa kepedihan siksa dan keburukan hisab. Ini merupakan hakekat dari makna firman Allah swt.:
Artinya:
"Hanya Engkaulah yang kami sembah ... " (QS. Al-Fatihah: 5).
Yakni, kami tidak menyembah, melainkan hanya kepada Engkau dan kami tidak mencampuri unsur syirik dalam ibadah kami pada yang selain Engkau.
Walhasil, dia mengeluarkan faktor makhluk dalam pandangannya di dalam setiap amal kebaikannya. Namun ia masih menyertakan pandangannya terhadap dirinya dalam kaitannya amal-amal dan masih berpandangan berpegang (mengandalkan) amal-amalnya itu.
Adapun orang masuk dalam kategori derajat orang-orang yang dekat kepada Allah (muqarrabin), lebih tinggi dari kelompok pertama. Ia tidak lagi melihat suprioritas dirinya dalam amal-amalnya. Keikhlasannya udalah kesaksiannya akan kesendirian (keesaan) Allah Ta'ala yang meng-gerakkan dan yang membuatnya diam. Dia tidak melihat akan dirinya sendiri sebagai orang yang memiliki kekuatan dan kemampuan dalam setiap aktivitas dan amal-amalnya. Dia melihat dirinya tidak memiliki daya dan kekuatan apapun. Maqom ini dinyatakan sebagai maqom kebenaran (shidiq). Derajat orang yang memiliki tingkat kebenaran yang tinggi yang layak menyandang predikat dan menempati maqom ikhlas. Orang semacam inilah yang benar-benar konsisten meniti jalan ketauhidan dengan penuh keyakinan. Ini merupakan hakekat terdalam dari firman Allah
Artinya:
"...dan hanya kepada Engkaulah kami mohon pertolongan. "
Yakni, kami tidak meminta pertolongan, melainkan kepada-Mu. Diri kami tidak memiliki apapun, tidak memiliki daya untuk menjauhi kemaksiatan dan tidak pula kekuatan untuk dapat melakukan ketaatan.
Amal yang pertama adalah amal yang dilakukan karena Allah. Sedangkan amal yang kedua adalah amal dengan (atas) pertolongan Allah. Amal karena Allah menyebabkan memperoleh pahala, sedangkan amal dengan (pertolongan) Allah, menyebabkan kedekatan hubungan dengan Allah. Amal karena Allah, menyebabkan kesungguhan dan kedalaman ibadah, sedangkan amal dengan (pertolongan) Allah menyebabkan benarnya iradah. Amal karena Allah merupakan sifat dari setiap ahli ibadah, sedangkan amal dengan (pertolongan) Allah merupakan sifat dari setiap orang yang berkehendak meraih tujuan. Amal karena Allah, merupakan penegakan hukum-hukum lahiriyah, sedangkan amal dengan (pertolongan Allah merupakan penegakan batin secara substansial. Demikian itu, merupakan ungkapan Imam Abi Qasim Al-Qusyairi ra.
Dengan demikian, jelaslah perbedaan antara kedua maqom dalam masalah kemuliaan dan keluhurannya. Keikhlasan setiap hamba merupakan ruh dari amal-amalnya, Dengan adanya hal itu, kehidupan dan kebaikannya adalah dalam kerangka untuk mendekatkan diri (kepada Allah). Ketika sudah demikian amal-amalnya, maka adanya keterkabulannya menjadi ahli baginya. Tanpa demikian, amal-amalnya menjadi mati (tidak memiliki ruh), akan terjatuh dan tidak dianggap dapat diterima.
Jika demikian koiidisinya, maka ia bagaikan orang yang tidak memiliki ruh, dan kerangka yang tidak memiliki makna. Sebagian para syekh berkata perbaiki dan benarkan amal Anda dengan ikhlas dan benarkan keikhlasan Anda dengan atas pertolongan dan kekuatan dari Allah semata.
Selanjutnya pengarang (Ibnu Athaillah) menyebutkan kondisi orang ketika ikhlas dalam beramal.