Penundaan Terkabulnya Do'a Jangan Sampai Membuat Putus Asa

PENUNDAAN TERKABULNYA DO'A JANGAN SAMPAI MEMBUAT PUTUS ASA

Artinya:
"Belum terkabulnya do'a, setelah lama berdo 'a dengan benar dan sungguh-sungguh, jangan sampai membuat putus asa. Sesungguh-nya Allah swt. telah memberi jaminan akan terkabulnya do'a setiap hamba, menurut pilihan dan ketentuan Allah buat Anda, bukan atas pilihan dan kemauan Anda sebagai pemohon. Dan pengabulan do'a itu, menurut ketentuan waktu yang telah ditetapkan oleh Allah, bukan menurut waktu yang Anda kehendaki."

Adalah menjadi ketetapan hukum bagi sahaya agar ia tidak memilihkan sesuatu terhadap tuannya, dan jangan sampai menetapkan pilihan kebaikan menurut pandangannya buat tuannya. Karena hal itu merupakan tindakan yang bodoh, di lihat dari arah manapun.

Sungguh merupakan tindakan yang bodoh dan dungu, bila seorang hamba memilihkan suatu pilihan terhadap Tuhannya. Karena pilihan Tuhan, itulah yang terbaik bagi dirinya. Terkadang seseorang tidak menyukai sesuatu, padahal sesuatu itu baik baginya. Dan adakalanya ia menyukai sesuatu, padahal sesuatu itu tidak baik baginya.

Sayid Abu Hasan As Syadzili ra. berkata: "Janganlah Andamemilih sesuatu pun dari urusan Anda, pastikan pilihan Anda tidak memilih. Percayakanlah segala sesuatunya kepada Allah Azza wa Jalla, yang  memiliki pilihan terbaik.
Allah swt. berfirman:

Artinya:
"Dan Tuhanmu menciptakan apa yang Dia kehendaki dan memilih-Nya. Sekali-kali tidak ada pilihan bagi mereka. "
(QS. Al-Qashash: 68).

Seorang laki-laki masuk menghadap Sayid Abu Abbas Al-Mursiy ra. dalam keadaan kesakitan, seraya berkata: "Semoga Allah memberikan kesejahteraan kepada Anda, wahai tuanku." Mendengar itu Sayid Abu Abbas diam, tidak menjawab. Setelah diam sesaat laki-laki:ra kembali berkata: "Semoga Allah memberikan kesejahteraan kepada Anda, wahai tuanku."

Sayid Abu Abbas berkata: "Aku tidak meminta kepada Allah kesejahteraan (al-'afiyah). Aku telah memohon al-'afiyah kepada-Nya, dan saat ini aku berada dalam kondisi sejahtera."

Adalah Rasulullah saw. memohon kepada Allah kesejahteraan. Beliau berharap agar aku selalu memperoleh bagian dari tanah Khaibar, tetapi sekarang kebanggaanku itu telah terputus. Abu Bakar ra. memohon kepada Allah al-'afiyah, namun setelah itu, ia wafat dalam keadaan terkena racun. Umar ra. memohon kepada Allah al- 'afiyah, setelah itu ia wafat tertusuk. Utsman bin Affan memohon kepada Allah al- 'afiyah setelah itu ia wafat terpenggal. Ali bin Abi Thalib, memohon kepada Allah al- 'afiyah, setelah itu ia wafat terbunuh. Apabila Anda memohon al- 'afiyah kepada Allah, mohonlah kepada-Nya, apa yang menurut-Nya terbaik bagi Anda.

Adalah menjadi keharusan bagi seorang hamba untuk menyerahkan dirinya kepada Allah, dan menyerahkan pilihan baginya kepada Allah. Karena Dialah Allah yang memiliki pilihan terbaik, sekalipun pilihan itu sepintas berlawanan dengan keinginan dan kesukaannya. Ketika ia berdo'a memohon kepada Allah, dan Allah berkenan memberikan sesuatu, maka hendaklah ia melihat sesuatu itu mengandung kebaikan baginya, dan meyakini sepenuhnya bahwa pengabulan do'a itu pasti terjadi, tidak bisa tidak.
Karena firman Allah swt.:


Artinya:
"Dan Tuhanmu berfirman: berdo'alah kepada-Ku, niscaya akan Kuperkenankan bagimu." (QS. Al-Mukmin: 60).

Dan firman-Nya:

Artinya:
"Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, maka (jawablah) bahwasanya Aku adalah dekat. Aku mengabulkan permohonan orang yang mendo 'a apabila ia berdo 'a kepada-Ku."
(QS. Al-Baqarah: 186).

Diriwayatkan dari Jabir ra., ia berkata, sesungguhnya aku mendengar Rasulullah saw. bersabda: "Tidaklah ada seseorang yang berdo'a dengan suatu do'a, melainkan Allah tentu akan memperkenankan apa yang dimintanya itu, atau Allah menolak keburukan semisal yang bakal menimpanya, selama ia tidak memohon hal dosa atau pemutusan hubungan kekerabatan (silaturrahim)."

Diriwayatkan pula dari Anas ra., dari Nabi saw., bahwa beliau bersabda:

Artinya:
"Tiadalah orang yang berdo'a memohon kepada Allah, melainkan tentu Allah bakal mengabulkan do'anya, atau Ia memalingkan keburukan semisal darinya, atau mengampuni sebagian dosanya, menurut kadar yang semestinya, selama orang itu tidak berdo'a memohon yang dosa atau pemutusan hubungan kekerabatan (silaturrahim)."

Dengan demikian ijabah (pengabulan) do'a adalah mutlak berhubungan dengan setiap orang yang berdo'a, sesuai dengan janji kebenaran Allah swt. Hanya saja ijabah (pengabulan) itu menjadi urusan Allah yang Ia realisasikan menurut kehendak-Nya. Terkadang tertahan dan tertundanya pemberian, itu juga merupakan ijabah (pengabulan), bagi orang yang mampu memahami rahasia Ilahi di balik itu semua.

Oleh sebab itu, seorang hamba tidak patut berputus asa dari anugerah Allah swt. apabila ia melihat permohonannya seakan tertahan dan terjadi penundaan, padahal ia sudah terus menerus berdo'a dan memohon. Penundaan pengabulan itu, bisa jadi menjadi simpanan yang akan diberikan kelak di akhirat, dan yang demikian ini pada hakekatnya lebih baik baginya.

Disebutkan dalam sebagian akhbar (hadis-hadis Nabi), bahwa pada hari kiamat Allah swt. bertanya kepada seorang hamba: "Bukankah Anda telah mengajukan permohonan-permohonan kepada-Ku?" Si hamba menjawab: "Ya, benar aku telah mengajukan hajat-hajatku kepada-Mu, ya Tuhanku."

Lalu Allah berfirman:

Artinya:
"Tidaklah Anda meminta sesuatu (kepada-Ku), melainkan tentu Aku akan mengabulkannya. Tetapi Aku baru telah memenuhi sebagian hajat Anda di dunia. Sementara sebagian lain yang belum Kami perkenankan di dunia adalah merupakan simpanan Anda. Oleh sebab itu, sekarang ambillah simpanan itu." Karena begitu senang dan gembiranya, hamba itu berkata:
Artinya:
"Betapa seandainya Allah tidak mengabulkan hajatku di dunia, (tentu aku lebih sangat beruntung dan berbahagia). "

Diriwayatkan pula dari Rasulullah saw. tentang larangan tergesa-gesa meminta terkabulnya do'a, sebagaimana dalam sabda beliau: "Do'a salah seorang di antara Anda tentu terkabul, selama ia tidak tergesa-gesa minta pengabulan. Sebagaimana salah seorang di antara Anda berkata: 'Aku telah berdo 'a, tetapi kenapa belum juga dikabulkan."

Nabi Musa dan Harun berdo'a, memohon kepada Allah untuk dapat mengalahkan Fir'aun, sebagaimana yang telah diberitakan Allah dalam firman-Nya:
Artinya:
"Ya Tuhan kami, binasakanlah harta benda mereka, dan kunci matilah hati mereka, maka mereka tidak beriman hingga mereka melihat siksaan yang pedih." (QS. Yunus: 88).

Kemudian Allah memberitahukan, bahwa Ia mengabulkan do'a Nabi Musa dan Harun itu, sebagaimana dalam firman Allah swt. berikut:

Artinya:
"Allah berfirman: Sesungguhnya telah diperkenankan permohonan kamu berdua, sebab itu tetaplah kamu berdua pada jalan yang lurus dan janganlah sekali-kali kamu mengikuti jalan orang-orang yang tidak mengetahui." (QS. Yunus: 89).

Para ulama berkata, bahwa antara firman Allah yang menyatakan bahwa do'a Nabi Musa dan Harun dikabulkan "Allah berfirman: Sesungguhnya telah diperkenankan permohonan kamu berdua - dengan terjadinya peristiwa kebinasaan Fir'aun itu, berlangsung dalam jangka waktu selama empat puluh tahun.

Sayid Abu Hasan As Syadzali ra. berkata bahwa maksud dari firman Allah "fastaqiimaa" (tetaplah kamu berdua pada jalan yang lurus) adalah tidak terburu-buru ingin dikabulkan apa yang mohonkan oleh Nabi Musa dan Harun. Sedangkan maksud dari firman-Nya: "...dan janganlah sekali-kali kamu mengikuti jalan orang-orang yang tidak mengetahui." Adalah orang-orang yang terburu-buru minta dikabulkan do'anya. Anda pun tidak diperkenankan bersikap berlebihan dan fieledak-ledak, menuntut pengabulan kepada-Nya.

Berdo'alah kepada Allah swt. secara terus menerus dengan penuh kecintaan dan ridha kepada-Nya. Diriwayatkan dari Nabi saw., bahwa beliau bersabda:
Artinya:
"Sesunguhnya Allah mencintai orang-orang yang berdo 'a dengan mendesak secara terus menerus."

Disebutkan pula dalam hadis yang lain, bahwa malaikat Jibril berkata kepada Allah swt.:

Artinya:
"Wahai Tuhanku, perkenankanlah hajat si Fulan. Allah swt. berfirman: 'Biarkan hamba-Ku (itu terus berdo'a), sesunguhnya Aku senang mendengar suaranya."

Hadis tersebut mengandung pengertian bahwa di antara manusia ada orang segera dikabulkan do'anya dan memperoleh apa yang di-minta, karena Allah tidak suka mendengar suaranya. Demikian menurut sahabat Anas bin Malik. Dan kontek ini pula ada riwayat yang menyatakan: "Oleh sebab itu, seharusnya seorang hamba merasa takut, kalau hal itu terjadi pada dirinya, karena sikapnya ketika berdo'a, tergesa-gesa minta segera dikabulkan.

Abu Muhammad Abdul Aziz Al Mahdawi, berkata: "Setiap orang yang tidak meninggalkan pilihan menurut kehendaknya, dan tidak ridha dengan pilihan Allah, maka dia adalah orang yang diperdayakan (di-bombong dengan pemberian lalu dijatuhkan dan dicampakkan). Terhadap orang semacam ini, Allah memerintahkan kepada malaikat agar memberikan hajatnya, karena Ia tidak suka mendengar suaranya. Dan apabila seseorang dalam do'anya itu, menyertakan dan ridha atas pilihan Allah, bukan dengan menyertakan pilihannya sendiri, maka do'anya niscaya dikabulkan. Dan apabila belum diberi, maka ketahuilah bahwa penilaian baik buruknya amal itu adalah bagaimana kesudahannya.

Terkadang ijabah (pengabulan do'a) terkait erat dengan syarat-syarat yang tidak diketahui oleh orang yang berdo'a. Sehingga ijabah (pengabulan) menjadi tertunda, karena tidak adanya syarat yang menyertainya. Yang demikian itu, seperti adanya kondisi yang sangat terpaksa dan benar-benar dalam kesulitan.

Allah swt. berfirman: 

Artinya:
"Atau siapakah yang memperkenankan (do'a) orang yang dalam kesulitan apabila ia berdo 'a kepada-Nya." (QS. An-Nahl: 62).

Sebagian orang-orang arif ada yang berkata, bahwasanya apabila Allah hendak mengabulkan do'a seorang hamba, maka Ia mengkondisi-kan hamba itu dalam keadaan kesulitan, sehingga ia berdo'a kepada-Nya dalam keadaan yang benar-benar terdesak dan kesulitan. Keadaan yang demikian ini, tidak bakal benar-benar terjadi dalam semua kondisi kehidupannya."
Sebagian yang lain ada yang berkata: "Orang yang benar-benar kesulitan, apabila mengangkat tangannya tengadah memohon kepada Allah, sementara ia melihat dirinya tidak lagi bisa berbuat apa-apa, maka kondisi inilah merupakan kesempatan yang paling baik dan mulia. Namun sebagian besar manusia tentu tidak menyukai terhimpit kesulitan. Sekalipun sesungguhnya kondisi demikian, merupakan saat ijabah.

Dalam kontek ini, Ibnu Athaillah menekankan, sebagaimana dalam perkatannya berikut:

Artinya :
"Janganlah Anda meragukan terhadap janji Allah, sebab belum terpenuhinya janji tersebut, walaupun pada saat yang sangat diperlukan. Karena meragukan janji Allah, menyebabkan iman Anda menjadi redup, penglihatan mata hati menjadi pudar dan cahaya jiwa Anda menjadi padam."

Sungguh Allah tidak akan mengingkari janji. Barangsiapa yang diberi janji akan sesuatu oleh Tuhannya, pada saat tertentu. Namun apa yang dijanjikan itu belum terwujud pada saat yang diperlukan. Maka janganlah hal itu membuatnya ragu terhadap kebenaran janji Tuhan. Karena adalah menjadi kewenangan Tuhan, menggantungkan terwujudnya janji itu pada sebab-sebab atau syarat-syarat tertentu, berdasarkan atas ilmu-Nya, bukan atas pengetahuan seorang hamba. Sementara seorang hamba harus menyadari dan mengenali kedudukan dirinya. Ia harus memilki etika terhadap Tuhannya. Hatinya harus tenang, tidak boleh ragu terhadap apa yang telah dijanjikan oleh Tuhan. Belum terlaksananya janji itu, jangan sampai membuat imannya tergoncang dan memudar. Barangsiapa yang memiliki sifat semacam ini, maka dialah orang yang arif kepada Allah, ketajaman mata batinnya menjadi terasah dan jiwanya menjadi bersinar. Jika tidak, maka yang terjadi adalah sebaliknya.

Postingan populer dari blog ini

HINDARI BERAMAL DEMI MENCARI POPULARITAS

Keagungan dan Keindahan Ilahi | Menundukan Diri Sendiri | Wasiat dari Wali Allah Syeh Abdul Qadir Al-Jailani

Ketika Anda Terhalang Mengenal Allah

Arti Kesehatanmu

Etika Bisnis