KETIKA PINTU KEMA'RIFATAN TERBUKA
KETIKA PINTU KEMA'RIFATAN TERBUKA
Artinya:
"Apabila Allah membukakan pintu makrifat kepada Anda, maka Anda menjadi tidak perlu kepada amalan Anda yang memang hanya sedikit itu. Dengan terbukanya pintu ma'rifat itu bagi Anda, berarti Allah berkehendak memberi anugerah-Nya yang besar kepada Anda, sementara amal-amal yang Anda lakukan adalah semacam pemberian ketaatan kepada-Nya. Jika demikian, maka di manakah letak perbandingan antara ketaatan Anda dengan anugerah besar yang diberikan oleh Allah kepada Anda. "
Makrifat kepada Allah adalah puncak segala pencarian dan cita-cita yang sangat didambakan oleh hamba Allah. Ketika pintu ma'rifat telah dibuka oleh Allah buat seorang hamba, maka ia akan menemukan kedamaian dan ketenteraman.
Dengan dibukanya pintu kema'rifatan itu seseorang menjadi begitu ringan melakukan kebajikan, sehingga tidak lagi pernah mengabaikan kesempatan untuk melakukan kesalehan. Pahala pun menjadi berlimpah buatnya. Dengan kema'rifatan dia menjadi tahu bahwa jalan yang ditempuhnya adalah jalan yang dilalui oleh orang-orang khusus yang dekat kepada Allah dan yang mengatarkannya pada hakekat ketauhidan dan derajat yang haqqulyaqin.
Kondisi yang demikian ini, bukan karena usaha dan bukan pula karena amal-amalnya. Karena amal bagi seorang hamba memang sudah menjadi keharusan baginya. Dan amal itu pun belum kalau selamat dari berbagai hahaya dan penyakit. Karena yang dikehendaki dari setiap amal adalah keikhlasan. Allah hanya menerima amal yang ikhlas karena-Nya saja.
Ketika terjadi komunikasi antara seorang hamba dengan Tuhannya dengan kedekatan yang begitu intens, tidak terbatasi oleh ruang dan waktu, maka persoalan pahala menjadi tidak penting baginya. Karena telah terjalin hubungan mesra dengan sang kekasih sejati, yaitu Allah swt. Keadaanya menjadi sangat berbeda dengan kebanyakan manusia yang orientasi hidupnya hanyalah untuk kesenangan dunia, tanpa peduli dengan kebajikan dan kebahagiaan hidup di akhirat.
Bagi yang telah dibukakan pintu ma'rifat kepada Allah, ia tidak peduli besarnya ongkos yang harus dikeluarkan dan tidak mengenal kesulitan. Ia benar-benar merasakan ketenteraman dan kedamain dengan kelezatan yang tiada pernah terputus. Allah berkenan membersihkan-nya dari segala akhlak yang tercela, segala sifat yang buruk disingkirkan darinya. Ia keluar dari wujud lahiriah, masuk ke dalam keluasan kondisi kesaksian yang substansial.
Untuk bisa mencapai tataran maqom semacam ini, seseorang harus mampu bertindak berlawanan dengan kehendak hawa nafsu dan kebiasaan buruknya. Dengan demikian maka mu'amalahnya bersifat batiniah. Sementara amal lahir tidaklah sesuai dengan amal dan mu'amalah batin. Ketika seseorang telah memahami ini, ia menjadi tahu bahwa pilihan dan kehendak Allah baginya adalah lebih baik daripada ikhtiardan kehendaknya sendiri.
Diriwayatkan, bahwa Allah swt. memberikan wahyu kepada salah seorang di antara para nabi: "Aku telah menurunkan bala' kepada seorang hamba-Ku, lalu ia berdo'a kepada-Ku. Setelah begitu lama do'anya belum terkabul, ia mengadu kepada-Ku. Maka Aku berfirman kepada-Nya: 'Wahai hamba-Ku, bagaimana Aku akan memberikan kepada Anda akan suatu (dengan menghilangkan bala'), yang sesungguhnya sesuatu itu adalah rahmat."
Diriwayatkan dari Abu Hurairah ra., bahwa Rasulullah saw. ber-sabda: "Sesungguhnya Allah swt. berfirman: '"Ketika Aku menguji hamba-Ku yang beriman, namun ia tidak mengadu kepada para pengunjung yang menjenguknya, maka Aku akan membebaskannya dari ikatan tali yang membelenggunya. Aku juga mengganti daging dan darahnya yang lebih baik dari daging dan darahnya. Ia pun dapat memulai beramal dengan merasa ringan dan nyaman."
Diriwayatkan dari Sa'id Al-Maqbari, ia berkata, aku mendengar Abu Hurairah ra. berkata, sesungguhnya Allah swt. berfirman: "Aku menguji hamba-Ku yang beriman, ketika dengan ujian itu ia tidak mengadu kepada orang-orang yang datang menjenguknya, maka Aku lepaskan dia dari tali-tali yang mengikatnya, lalu Aku ganti daging dan darahnya dengan daging dan darah yang lebih baik. Kemudian Aku katakan kepadanya, mulailah beramal dengan kondisi baru Anda itu dengan enak.
Abu Abdillah Muhammad bin Ali At-Tirmidzi ra. berkata: "Pada masa lalu aku pernah menderita suatu penyakit, ketika Allah telah menyembuhkan aku dari penyakit itu, aku memiliki gambaran di dalam diriku. Apa yang telah diatur oleh Allah mengenai sakit yang selama ini menimpaku dengan kadar ibadah semua jin dan manusia selama waktu aku sakit itu. Bila aku disuruh memilih antara keduanya, yaitu antara sakit yang menderaku itu dengan nilai ibadah semua jin dan manusia selama masa aku sakit itu, tentu aku berketetapan hati dan memilih dengan penuh keyakinan serta ketajaman penglihatanku, bahwa pilihan Allah atas diriku dengan memberiku sakit adalah lebih baik yang tentu mengandung banyak kemuliaan dan keagungan, juga memiliki akibat yang lebih bermanfaat.
Ketika aku benar-benar merenungkan hal itu, antara ibadah semua jin dan manusia selama masa aku menderita sakit atas kehendak dan pilihan Allah, jelaslah bagiku bahwa sakit yang mengenaiku, bagiku merupakan kenikmatan. Kenikmatan itu merupakan suatu anugerah. Sedangkan anugerah itu menjadi harapan dan cita-citaku. Dengan demikian, maka aku katakan di dalam dirku, bahwa berlangsungnya bala', ujian atau cobaan dengan penuh kerelaan sebagai sesuatu yang menjadi kehendak dan pilihan Allah adalah lebih menyenangkan dan menggembirakan bagiku."
Yang demikian ini, merupakan indikasi akan kema'rifatan yang telah dibukakan oleh Allah baginya. Maka dengan cobaan itu, dia mendapatkan kegembiraan dan lebih memilihnya daripada nilai ibadah jin dan manusia tersebut. Wallaahu a'lam.
Ketika Allah menurunkan bala' kepada seorang hamba, sementara hamba itu merasakan sebagaimana apa yang kami tuturkan tersebut, dan menjadikan bala atau ujian itu sebagai perenungan dan introspeksi diri, sehingga membuatnya menjadi tenang dan tenteram atas penderitaan dan musibah yang menimpahnya. Rasa sakit pun menjadi hilang dan tidak terasa, yang ia rasakan justru kemanisannya. Jika demikian, maka ia benar-benar menjadi orang yang bersyukur di dalam kondisinya menghadapi dan menerimaujian itu. Dia senang dan bergembira dengan keadaannya. Ia menjadi tahu bahwa sebagai bukti akan kesyukuran-nya tu, ia merasa tertuntut untuk melakukan amal-amal kebajikan.
Renungkanlah apa yang kami kemukakan tadi dan ambillah pelajaran melalui hikayat yang telah dikemukakan oleh Ibnu Abbas bin Al-Arif di dalam kitabnya "Miftahus Sa'adah wa Minhaju Suluki Thariqil Iradah". Ibnu Abbas mengisahkan di dalamnya, bahwa Allah telah menganugerahkan Islam kepada seorang laki-laki yang dikenal dengan panggilan Abal Khiyar. Ia tinggal di Baghdad. Sampai umur tujuh puluh tahun, ia masih menjadi budak yang belum juga dimerdekakan oleh tuannya.
Memang ada kesengajaan dan kemauan dari tuannya untuk tidak memerdekakannya. Seluruh jasadnya digerogoti oleh penyakit lepra, tetapi aroma minyak kasturi'didapatkan daripadanya semerbak menyebar sampai pada jarak yang jauh. Ada orang yang menceritakan kepadaku bahwa ia pernah melihat budak tua yang berpenyakit lepra itu, melakukan shalat di atas air.
Kemudian, setelah itu aku juga melihat Muhammad Al-Asfanjani yang menderita penyakit kusta. Kepadanya aku berkata: "Wahai tuan, seakan-akan Allah tidak menemukan tempat pada musuh-musuhnya, sehingga menimpahkan penyakit itu kepada Anda. Padahal Anda adalah orang yang istimewa di antara para wali-Nya." Ia berkata kepadaku: "Diamlah, jangan berkata begitu. Dia telah memuliakan aku dengan anugerah dari khazanah pemberian-Nya. Aku tidak menemukan sesuatu yang lebih mulia dan lebih dapat mendekatkan diri kepada-Nya, selain daripada bala'. Karenanya, aku meminta bala' itu pada-Nya.
Bagaimana halnya dengan sikap Anda, seandainya Anda melihat seorang tuan ahli zuhud, pimpinan para wali, di dalam gua di bumi Thurs di daerah perbukitan, yang daging-dagingnya rontok, mengalir dari kulitnya nanah dan cairan menjijikkan. Dia dirubung lalat dan semut. Namun ketika malam ia tidak pernah merasa puas (tidak pernah berhenti) berzikir kepada Allah, karena merasa bersyukur atas rahmat yang diberikan Allah kepadanya. Jasadnya tetap diberi kekuatan dan ketetapan hingga tetap dapat bertahan dengan posisinya menghadap kiblat, sepanjang malam hingga terbit fajar.
Selanjutnya akan dikemukakan perkataan pengarang (Syekh Ibnu Athaillah ra.) dalam kontek ini sebagai penguat masalah tersebut. Kepada Allah kita memohon pertolongan, Dialah sebaik-baik pemberi petunjuk dam pertolongan.